Pria kelahiran Banyumas 30 Juli 1960
ini memang teraliri darah seni dari kakeknya yang sekaligus guru belajar
karawitan baginya sejak kecil. Sejak awal memang wawasan estetiknya tak hanya
terpagari di ranah seni tradisional. Naluri kreatifnya mulai meliar ketika di
tahun 1976 bersama-sama dengan rekan seusianya di kampung sudah mengolaborasikan
gamelan dan musik kombo band. Bakat kreatifnya dikembangkan dengan menempuh
jalur pendidikan formal di Jurusan Seni Karawitan ASKI Surakarta yang
diselesaikannya di tahun 1985 dengan meraih gelar Sarjana Karawitan.
Musisi dan pencipta lagu ini lintasan
kiprah kreatifnya menjangkau wilayah dalam dan luar negeri. Sederetan
pengalaman dia yang benar-benar menunjukkan kapasitasnya, antara lain: menjadi pemusik Teater Gapit Surakarta
1980-1990-an; medirikan
grup musik Golden Water 1991; memperkenalkan
gamelan Jawa kepada masyarakat Norwegia bersama KBRI Oslo 1994; mengajar gamelan Jawa
di Rikkskonsertene Norwegia
1995;
mengikuti Rendez Vouz or Art, Chiang Mai,
Thailand 1997; mengikuti
Pacific Music Festival, Sapporo, Jepang 1999; bekerjasama dengan komunitas Eurythmie Mobile Stuttgart Jerman 1999; menjadi salah satu pendiri Wayang Kampung Sebelah 2000, workshop Musik Dayak Barongtongkok Kab. Kutai Barat Kaltim 2002;
menjadi pemusik tari "Aceh Bersimbah
Darah" karya Deddy Luthan
2004;
menjadi pemusik Sobrat, Bengkel Teater Rendra,
Jakarta 2005; menjadi
pemusik Teatrikalisasi Puisi "Suluk
Hijau" karya W.S. Rendra, Jakarta 2008.
Kini di Wayang Kampung Sebelah selain
sebagai pemegang alat musik Djimbe, ia memegang posisi pilar sebagai pencipta
lagu dan penata iringan. Repertoar lagu (origin) iringan Wayang Kampung Sebelah
yang nakal dan kritis adalah dominan karya pria yang akrab disapa Yayat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar