Dalang kelahiran tahun 1966 ini belajar
mendalang wayang kulit purwa kepada kakek dan pamannya di Ngadirojo, Wonogiri,
sejak kelas 5 SD. Prestasinya mulai tampak saat menyabet juara II lomba dalang
remaja se-Kabupaten Wonogiri di tahun 1979. Dalam mengembangkan bakatnya ia
menempuh jalur pendidikan formal di Jurusan Seni Pedalangan SMKI Negeri
Surakarta, lulus tahun 1986. Kemudian meneruskan jenjang pendidikannya di
Jurusan Sastra Jawa Fakultas Sastra UNS Surakarta dan berhasil menyandang gelar
Sarjana Sastra di tahun 1995. Di tahun yang sama saat dia diwisuda sarjana,
dalang beristrikan teman sebangku kuliah bernama Sukamti itu berhasil meraih
prestasi masuk Sepuluh Besar Dalang Unggulan pada Festival Greget Dalang yang
diikuti oleh 50 dalang se-Indonesia. Kiprah dalang yang lahir di kota Solo ini
tidak hanya berhenti di panggung pertunjukan. Menulis adalah salah satu
kegemarannya. Tidak sedikit buah pena berbentuk cerpen, cerita wayang,
geguritan dan artikel seni-budaya yang dimuat di berbagai mass media cetak. Selain
itu, tidak sedikit pula komunitas masyarakat maupun kampus-kampus yang
mengundangnya sebagai pembicara diskusi seni dan budaya.
Menurutnya, dalang bukan sebatas
penghibur, lebih dari itu ia menempati posisi strategis sebagai agen pencerahan
bagi masyarakat gayut dengan kompleksitas problematika kekinian. Melengkapi
wawasan sosial-politiknya sekaligus terdorong oleh keinginan ambil bagian dalam
menggelisahkan problematika bangsa-negara, sejak medio tahun 2009 ia bergabung
dengan komunitas Pergerakan Kebangsaan.
Kegelisahan terhadap
kelambanan transformasi seni pertunjukan Wayang Kulit Purwa yang memperlebar
kesenjangan komunikasi dengan publik, terutama generasi muda, maka di tahun 2001
bersama sekelompok seniman kota Solo membidani lahirnya genre seni pertunjukan
wayang kulit baru berlabel Wayang Kampung Sebelah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar