Ajang Kampret Ngomyang

Melalui ruang maya yang didapatken secara boleh pinjam pun juga terbatas ini selain menginformasikan tentang Wayang Kampung Sebelah, sekaligus sebagai ajang "ngomyang" bagi Kampret tentang apa saja dan sekenanya. Jadi ya harap dimaklumken ya, mas bro... Matur sembah nuwun awit karawuhanipun tuwin kawigatosanipun. Nuwun.

Sabtu, 30 April 2011

LEBIH SUKA BERMAIN GAGASAN

Tulisan ini dimuat di Sub Rubrik Lincak Harian Solopos edisi Minggu, 1 Mei 2011


Makin maju dan makin kreatif. Begitulah kesan yang ditangkap banyak orang ketika melihat perkembangan Kota Solo, terutama menyangkut pengembangan sarana transportasi publik, baik untuk melayani kepentingan regular maupun keperluan wisata.

Untuk kepentingan regular hadir sarana transportasi Batik Solo Trans (BST) dan segera menyusul rail bus. Untuk kepentingan wisata lebih variatif lagi, mulai dari kereta Punakawan, Jaladara, bus tingkat Werkudoro dan yang makin hangat dibicarakan adalah kereta kencana.

Merespons maraknya sarana transportasi di Solo tersebut sampai-sampai Pak Menteri Perhubungan mengatakan upaya revitalisasi sarana transportasi kota budaya itu layak dijadikan percontohan bagi kota-kota lain di Indonesia. “Pernyataan Pak Menteri itu terlalu tergesa-gesa,” celetuk Kampret.

Lik Karyo yang sedari tadi asyik mengelap becak butut yang nasibnya makin megap-megap itu, hanya berpaling sesaat seakan mempertanyakan celetukan Kampret. “Kalaulah memang sudah berhasil ya bolehlah dicontoh. Tapi apa iya kehadiran berbagai alat transportasi di Solo itu sudah menggambarkan keberhasilan revitalisasi sarana transportasi publik? Apa iya, baru sebatas gagasan sudah dapat dikatakan berhasil,” lanjut Kampret.

“Baru gagasan gimana? Wong nyatanya sudah direalisasikan gitu kok,” sanggah Lik Karyo.

“Yang dijadikan ukuran berhasil itu realisasi barangnya atau pemanfaatannya?” serang balik Kampret.

Memang gejala yang terjadi di masyarakat kita adalah mudah terjebak euforia kesukacitaan menerima kehadiran barang baru namun lupa kepada asas kepentingan dan manfaat. Asas kepentingan, bagaimana sebuah gagasan muncul berdasarkan kebutuhan riil. Asas manfaat, bagaimana realisasi gagasan itu benar-benar menjawab kebutuhan riil itu.

Kebutuhan hadir secara alamiah, tidak bisa direkayasa atau diada-adakan. Warga masyarakat Kota Solo memang butuh lebih banyak sarana transportasi umum. Namun untuk menjawabnya bukan sebatas menghadirkan bus dan membuat selter. Untuk menentukan rute trayek harus diteliti betul tentang mobilitas warga masyarakat, tidak berangkat dari prakiraan yang bersifat berandai-andai.

Pengamatan empirik dapat kita lihat selter yang senantiasa kosong, BST pun berjalan mlompong. Sebuah fakta yang membuktikan bahwa realisasi bus itu salah menjawab kebutuhan. Ketika pun nanti rail bus beroperasi niscaya akan ompong ketika tak didahului kajian tentang mobilitas warga masyarakat guna menentukan rutenya. Belum dampak dari persoalan benturan dengan keberadaan sarana transportasi lain yang dikelola oleh swasta.

Lihat pula riwayat panggung transportasi wisata kota The Spirit Of Java. Punakawan pingsan kehabisan napas pada babak pertama. Jaladara jadi tokoh tua yang lebih banyak terbatuk-batuk. Werkudara baru selesai berhias entah keluarnya nanti adegan ke berapa masih menanti aba-aba sang sutradara. Kereta kencana sebentar lagi hadir namun masih bingung menentukan tempat parkir. Sutradara panggung transportasi Kota Solo niscaya akan kelabakan mengatur adegan karena naskah lakon sesungguhnya memang belum tersusun.

“Kalau saya pikir, maraknya sarana transportasi baru di Solo itu pengadaannya cenderung tidak berangkat dari kebutuhan, namun lebih berdasarkan keinginan. Solo kota kecil. Dan lagi, punya objek wisata apa sih kota Solo ini yang mesti dijangkau dengan sekian banyak alat transportasi?” tukas Kampret.

“Ya wisatawan nantinya kan bisa diarahkan ke Waduk Gajahmungkur, ke Tawangmangu, ke Cokrotulung, dan lain sebagainya ta, Pret” ujar Lik Karyo.

“Itu kan objek wisata milik tetangga, mengapa kita yang mbingungi? Memangnya begitu mudahnya masuk ke rumah tetangga?” sergah Kampret.

“Kalau tidak ya muter-muter Kota Solo kan ya lumayan,” jawab Karyo asal-asalan.

“Hmm… Kiranya benar sinyalemen yang pernah dilontarkan oleh seorang cendekia: orang Indonesia cenderung suka bermain-main gagasan, bukan mengerjakan gagasan. Benar-benar republik mimpi,” seloroh Kampret. -

Oleh : Jlitheng Suparman Dalang Wayang Kampung Sebelah dan Wayang Climen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar