Ajang Kampret Ngomyang

Melalui ruang maya yang didapatken secara boleh pinjam pun juga terbatas ini selain menginformasikan tentang Wayang Kampung Sebelah, sekaligus sebagai ajang "ngomyang" bagi Kampret tentang apa saja dan sekenanya. Jadi ya harap dimaklumken ya, mas bro... Matur sembah nuwun awit karawuhanipun tuwin kawigatosanipun. Nuwun.

Senin, 08 Juli 2013

Renungan Tentang "Panitia"

Akibat ulah elitis, elitis di ranah dan di level mana pun, bangsa ini terpaksa harus menyandang penyakit kronis: tak paham lagi berkebudayaan dan berbudaya. Nyaris dari kita semua mempersempit makna kebudayaan dan mendangkalkan eksistensi kebudayaan. Kebudayaan dipersempit artinya sebatas produk-produk lokal yang berhubungan dengan ritual adat dan seni. Lebih parah ketika produk tersebut sebatas diletakkan sebagai komoditas, bukan wahana proses nilai. 

Itulah akar mengapa nyaris semua perhelatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan seni-budaya selalu saja terjadi kesalahan-kesalahan hingga pelecehan-pelecehan, perilaku yang justru berkebalikan dengan makna yang hendak diraih dari penyelenggaraan kegiatan tersebut. Betapa kita terlalu sering menyaksikan keberadaan kelompok yang bernama "PANITIA" yang perilakunya cenderung bertolak belakang dengan makna keberadaannya. Filosofi "Panitia" adalah merupakan sebuah "sistem pelayanan integral" terhadap sebuah "subyek" untuk mencapai maksud dan tujuan diselenggarakannya sebuah kegiatan. Sistem pelayanan integral yang menjadi tugas utama keberadaan panitia ini yang justru cenderung dilupakan. Maka yang berkembang kemudian adalah perilaku arogan dan oportunistik. Ketegasan yang dijalani seringkali tidak mengarah kepada kelancaran dan kenyamanan kegiatan, tetapi lebih mencerminkan perilaku "dumeh", "bermain" dan "menjilat". 

Perilaku buruk kepanitian seperti itu baru saja terpampang jelas di penyelenggaraan Festival Wayang Indonesia (FWI) 2013 di Museum Fatahilah, Kota Tua, Jakarta Barat, 4 - 7 Juli 2013. Sebuah festival wayang bergensi yang diselenggarkan oleh Yayasan Total Indonesia bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pelaksanaannya dipercayakan kepada Senawangi dan Pepadi. Subyek yang semestinya dilayani secara prima oleh panitia FWI adalah "talent" (subyek pelaku kesenian) dan "publik" (subyek pemilik kebudayaan). Karena keduanya merupakan target utama dari kegiatan, bukan pejabat yang seharusnya justru menjadi bagian dari kelompok pelayan. Tapi apa yang terjadi? Publik maupun talent sama-sama diatur-atur secara arogan. Maka tak aneh jika terjadi seorang Heru S Sudjarwo -- tokoh penulis buku pewayangan dan sineas wayang -- (representasi publik) harus diusir dari kursi, Wayang Kampung Sebelah (representasi talent) harus diusir dari hotel tempat menginap. Keduanya sama-sama diusir oleh yang namanya PANITIA. Itukah budi luhur yang diagung-agungkan oleh Festival Wayang Indonesia dengan segenap sistem dan perangkatnya? 

Tak berlebihan bila Kampret curiga, jangan-jangan FWI sama dengan rezim Indonesia sekarang, sebatas ajang proyek perampokan kanan-kiri oleh sebuah oligarki. Walahualam... #Kampret

Sabtu, 22 Juni 2013

TERJEBAK PERANG MODERN






Oleh: Ki Jlitheng Suparman

Rakyat menggonggong, kenaikan harga BBM berlalu. Keputusan pemerintah yang membuat rakyat bawah dipastikan terdera tiga pukulan telak sekaligus: menanggung dampak beban kenaikan harga-harga kebutuhan hidup; di saat yang sama harus menghadapi kebutuhan tahun ajaran baru; dan menghadapi beban kebutuhah datangnya lebaran. Jelas daya ekonomi rakyat akan ngos-ngosan mengejar beban biaya kebutuhan yang meningkat berkali-kali lipat.
“Mengapa pemimpin kita tidak memiliki kepekaan terhadap penderitaan rakyat, wong cilik seperti kita, Pret?” keluh Lik Karyo dengan nada lirih nan pasrah.
“Ini bukan masalah peka atau tidak peka, Lik. Pemimpin kita, bangsa dan negara ini, telah terperangkap dalam skenario perang modern,” tanggap Kampret.
“Lho! Apa hubungannya kenaikan harga BBM dengan perang modern?”

Kamis, 13 Juni 2013

"MAWAS DIRI MENAKAR BERANI"

Kerangka cerita anyar Wayang Kampung Sebelah yang segera beredar

Disusun oleh: Ki Jlitheng Suparman





Babak Pemilu
Eyang Sidik Wacono memimpin penghitungan suara pilkades. Mendadak papan tulis untuk mencatat penghitungan suara hilang. Parjo selaku kepala keamanan ditanya tidak tahu. Begitu pun Sodrun ketika ditanya malah salah persepsi merasa dituding sebagai biang hilangnya papan tulis. Usut punya usut, papan tulis itu ternyata disimpan kembali oleh Suto Coro sebagai kepala rumah tangga kelurahan. Ia tidak merasa bersalah menyimpan kembali papan tulis itu karena panitia menggunakan peralatan kantor kelurahan tanpa seijin dia. Terjadi perdebatan sengit antara Suto Coro dan Mbah Sidik yang berakhir dengan kesanggupan Suto Coro meminjamkan papan tulis.

Parjo memberikan hasil penghitungan suara yang sudah dilakukan saat Eyang Sidik Wacono sibuk berurusan dengan papan tulis. Eyang Sidik lantas membacakan hasil penghitungan suara yang menempatkan Somad sebagai pemenang pilkades. Somad diminta menandatangani berita acara penetapan pemenang, sambil secara tersamar Mbah Sidik meminta bonus upaya pemenangan kepada Somad. Parjo mempertanyakan posisi Mbah Sidik yang sebagai panitia ternyata diam-diam berafiliasi kepada salah satu kontestan. Jika ketahuan orang maka niscaya akan menuai masalah. Eyang Sidik sudah siap dengan resiko itu, siapa pun yang memprotes tindakannya akan dilabraknya.

Rabu, 15 Mei 2013

JALAN BUNTU





Solo yang semula dikondangkan sebatas tempat mangkalnya produsen teroris, kini berbalik menjadi sasaran operasi teroris. Jangan-jangan si teroris sebatas ingin meledek opini umum, sekadar ingin berkata: siapa bilang mercon tak bisa meledak di dalam gudang?
Karyo yang tiap malam rajin nongkrong di warung wedangan, kini mengurangi jadwalnya. Setelah teror datang beruntun, lelaki penarik becak itu kemudian hanya sesekali sambang ke warung langganannya. Begitu pun durasinya makin diperpendek.
“Mengapa harus takut, Lik? Toh jelas sasarannya bukan masyarakat seperti kita-kita. Lagian kan sudah ada jaminan dari aparat agar masyarakat tidak perlu cemas?” celetuk Kampret.
“Masalahnya pelor nggak punya mata, Pret” seloroh Lik Karyo. “Sebenarnya saya lebih seneng kalau negara menjamin tak akan pernah lagi ada teroris, ketimbang menjamin perlindungan masyarakat dari ancaman teroris.”

Selasa, 30 April 2013

PANGERAN SAMBERNYAWA, Mawas Diri Menakar Keberanian Menuju Perubahan




Oleh: Jlitheng Suparman

Filsuf Karl Popper menegaskan: sejarah tidak punya arti. Karena fakta masa lalu sebagai fakta masa lalu tidak memiliki arti pada dirinya sendiri, khususnya bagi kita yang hidup di masa sekarang. Fakta itu baru memiliki arti bagi kita kalau kita memutuskan untuk memberinya arti (Dr. Baskara T. Wardaya, SJ, “Bung Karno Menggugat”, 2008:9). Berangkat dari arti atau makna yang kita berikan itulah kita belajar dari fakta masa lalu itu untuk hidup kita di masa kini dan selanjutnya.
Pengertian itu kiranya berlaku pula bagi kita dalam melihat sejarah masa lalu bangsa Indonesia, termasuk yang berkaitan dengan Pangeran Sambernyawa dan segenap jejak perjuangannya berikut ajaran yang diberikannya. Alur kisah perjuangan Pangeran Sambernyawa hanyalah rangkaian peristiwa fakta masa lalu, ajaran-ajarannya hanyalah susunan kata-kata, bermakna atau tidaknya tergantung pada bagaimana kita memaknai semuanya itu.
Pangeran Sambernyawa, salah satu tokoh raja Jawa itu kiranya sangat menarik untuk diperbincangkan. Pada hematnya gagasan-gagasan dan ajaran-ajaran yang dicetuskannya relevan dengan problematika kekinian yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Semangat juangnya, gagasan-gagasan cerdasnya, dan ajaran-ajaran bijaknya dapat kita jadikan sumber inspirasi bagaimana kita harus bersikap dan bertindak dalam berupaya lepas dari jeratan krisis multi dimensi melalui target perubahan besar dan mendasar bagi Indonesia.

Jumat, 05 April 2013

Balada Kampung

Yu Blegoh
Ciptaan: Yayat Suheryatna

Tengoklah ke kirimu, tengoklah ke kananmu
Tembok ada di kirmu, tembok ada di kananmu
Aku tetap tak bisa mengerti kenapa orang membeli mercy
Aku pun ingin membeli heli ning parkire neng ngendi

Jemuranku di sini, jemuranmu di situ
WC umumnya di sini, warung makan di situ
Kerja keras membanting tulang tapi hidup tetap malang
Kerja dari pagi hingga petang, tetap terbelit hutang

Tolehlah ke sinimu, tolehlah ke situmu
Kontrakanmu ada di situ, di sinilah sewanku
Pak polisi di situ, maling ada di sini
Rumah kaji di situ, rumah gali di sini

___________

Kupu-Kupu Malam

(Yayat Suheryatna/Sosiawan Leak/Jlitheng Suparman)

Oh, ini kisahnya
Silvy
Kisah sedih orang pinggiran
Terlunta-lunta
Tiada harapan hidup di jalanan

Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Apalah artinya
Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Di mana tempatnya

Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Kau milik siapa
Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Salahnya siapa

Aduh emak aduh bapa
Tolong dengar nasib hamba
Aduh Tuhan, aduh setan
Jangan permainkan takdir beta

Amboi senangnya
Mereka yang menghalalkan
Aduh muaknya
Mereka yang mengharamkan

Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Apalah artinya
Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Di mana tempatnya

Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Kau milik siapa
Kupu-kupu malam, kupu-kupu malam
Salahnya siapa

Aduh emak aduh bapa
Tolong dengar nasib hamba
Aduh Tuhan, aduh setan
Jangan permainkan takdir beta


_________