Oleh: Ki Jlitheng Suparman
Rakyat menggonggong,
kenaikan harga BBM berlalu. Keputusan pemerintah yang membuat rakyat bawah
dipastikan terdera tiga pukulan telak sekaligus: menanggung dampak beban kenaikan
harga-harga kebutuhan hidup; di saat yang sama harus menghadapi kebutuhan tahun
ajaran baru; dan menghadapi beban kebutuhah datangnya lebaran. Jelas daya
ekonomi rakyat akan ngos-ngosan mengejar beban biaya kebutuhan yang meningkat
berkali-kali lipat.
“Mengapa pemimpin kita tidak
memiliki kepekaan terhadap penderitaan rakyat, wong cilik seperti kita, Pret?”
keluh Lik Karyo dengan nada lirih nan pasrah.
“Ini bukan masalah peka
atau tidak peka, Lik. Pemimpin kita, bangsa dan negara ini, telah terperangkap
dalam skenario perang modern,” tanggap Kampret.
“Lho! Apa hubungannya
kenaikan harga BBM dengan perang modern?”
Setelah Indonesia
merdeka, bukan berarti ancaman imperialisme hingkang begitu saja. Kekayaan
sumber daya alam dan energi negeri nusantara ini memancing air liur negara mana
pun di dunia. Hasrat menguasai kekayaan itu jelas tidak akan pernah berhenti,
bahkan makin membesar. Terlebih ketika sejumlah penelitian dunia menyebutkan
bahwa 50 tahun ke depan perut masyarakat dunia sangat tergantung dengan
kekayaan laut Indonesia. Maka banyak negara yang semakin bersemangat menguasai kekayaan
SDA Indonesia dengan segala cara. Bila perlu negara yang bernama Indonesia
harus dihancurkan agar imperialis itu leluasa menguasai kekayaan yang tersimpan
di bumi nusantara ini.
Benarkah ancaman penghancuran
Indonesa makin nyata? Dalam bentuk apa? Adalah seorang Ryamizard Ryacudu, salah
satu jendral Indonesia yang sejak awal dekade 2000-an sudah mendeteksi dan
mengingatkan bangsa ini tentang ancaman perang modern. Imperialis menjajah
negara kita bukan lagi dengan perang konvensional, namun dengan perang modern.
Perang konvensional yang menggunakan kekuatan militer dan persenjataan selain
berbiaya mahal akan menuai kecaman dari manusia di seluruh dunia. Namun dengan
perang modern selain biayanya sangat murah-meriah, tersamar, hasilnya jauh
lebih efektif dan dahsyat. Karena perang modern dapat melumpuhkan sendi-sendi
pertahanan negara dari dalam.
“Berarti perang modern
itu bukan perang dengan senjata canggih seperti di film-film itu ya, Pret? Lha
terus menggunakan apa?” tanya Lik Karyo.
“Menggunakan strategi
non militer,” jawab Kampret.
Koalisi negara-negara
global yang dimotori negara besar yang kini menjajah Indonesia tidak lagi menyerang
secara pisik-militer, melainkan menyerang bidang-bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan-keamanan. Tahap pertama, bidang-bidang
tersebut diinfiltrasi, disusupi untuk diperlemah. Kekuatan imperialis itu
menebar agen-agennya masuk ke ruang-ruang kebijakan ipoleksosbudhankam agar
dapat ikut mengontrol dan mengendalikan sehingga produk kebijakan yang
dikeluarkan oleh negara ini memberi ruang dan peluang sesuai kepentingan negara
penjajah tersebut.
Tahapan berikutnya
adalah cuci otak, di mana ruang kehidupan bangsa ini dijejali dengan paradigma
dan nilai-nilai yang dimiliki oleh negara imperialis tersebut. Tujuan dari cuci
otak ini tiada lain menghancurkan jiwa dan semangat nasionalisme bangsa sasaran
sehingga kemudian mudah dikendalikan. Betapa liberalisme, kapitalisme,
hedonisme telah menguasai tubuh bangsa kita sehingga rasa cinta, kesetiaan dan
kebanggaan terhadap bangsa-negara makin raib. Warga bangsa ini cenderung berkiblat
ke pemikiran-pemikiran dan nilai-nilai yang dimiliki kaum imperialis. Setiap
apa yang datang dari luar akan kita anggap lebih bernilai ketimbang apa yang
menjadi milik kita sendiri.
Cuci otak ini bergerak
dengan sasaran sejak manusia masih berusia dini. Tanpa kita sadari, dari mulai bacaan
dongeng, sastra, film, musik, fashion hingga makanan, semua mengarahkan
perilaku kita agar berkiblat ke budaya negara imperialis. Tujuannya agar kita
mudah tunduk di hadapan mereka tanpa harus mereka bersusah payah menodongkan
senjata ke muka kita. Setiap bertemu bule kita selalu bersikap inferior, itulah
salah satu sinyal sukses cuci otak imperialis atas bangsa ini.
“Beruntunglah anakku
selalu makan singkong rebus,” kata Lik Karyo.
“Hebat. Berarti Lik
Karyo telah merawat alur membina semangat nasionalisme,” tanggap Kampret.
“Siapa bilang? Maunya
ya minta hamburger, tapi pakai uang siapa? Uangnya Nyi Roro Kidul?” lanjut Lik
Karyo nyengir.
Tahapan berikutnya
adalah adu domba, mendorong keributan, hingga berujung pecah perang saudara. Konflik
yang bersumber dari isu SARA dikembangkan. Kemiskinan dan keterbelakangan
sengaja dibiarkan merajalela. Penyelenggara negara ditekan agar membuat
kebijakan yang selalu mengundang resistensi rakyat. Tanpa sadar bangsa ini
makin dalam masuk ke lingkaran adu domba. Rakyat berhadapan dengan rakyat,
rakyat dengan aparat, aparat dengan aparat. Target terakhir adalah adu domba
rakyat melawan penguasa agar pecah revolusi sosial dengan muara negara chaos
dan terpecah-belah sehingga nantinya tak ada lagi negara bernama Indonesia.
“Kamu mau bilang,
kenaikan BBM ini bagian dari skenario perang modern, adu domba rakyat versus
pemerintah?” tanya Lik Karyo.
“Jika semua emosional
dan tidak hati-hati dalam menyikapi, kiranya tak salah berkesimpulan begitu,
Lik,” jawab Kampret.
“Tapi sejujurnya, saya
setuju segera terjadi revolusi. Sebab persoalan negeri ini sudah menghadapi
jalan buntu,” cetus Lik Karyo.
“Revolusi yang mana?
Revolusi yang amuk-amukan, atau revolusi yang bermakna perubahan besar dan
mendasar?”
Karyo terdiam,
berpikir, merenung cukum lama membuat Kampret tak sabar menanti jawaban
sehingga lantas ngeloyor pergi begitu saja.
Betul .. betul .. memang betul, yang basa Jawanya .. panci leres .. alias panci boten borot .....
BalasHapusHahahahaha... Sugeng rawuh, Eyang Nardi...
HapusMango Habanero Sauce (12 oz) - JT Shop
BalasHapusGet calories and nutrition 진주 출장안마 facts on Mango Habanero Sauce (12 oz) 인천광역 출장안마 - JT's popular wide selection 구미 출장마사지 of Salsa & 전라북도 출장마사지 Sweet 안성 출장안마 Chilis for