LATAR KARYA
Pada pertengahan tahun 2001, sekelompok seniman Solo melahirkan genre wayang baru yang dinamakan Wayang Kampung Sebelah. Boneka wayangnya terbuat dari kulit berbentuk manusia yang distilasi. Tokoh-tokohnya, seperti halnya masyarakat kampung yang plural, terdiri dari penarik becak, bakul jamu, preman, pelacur, pak RT, pak lurah, hingga pejabat besar kota.
Penciptaan pertunjukan Wayang Kampung Sebelah berangkat dari keinginan untuk membuat format pertunjukan wayang yang dapat mengangkat realitas kehidupan masyarakat sekarang secara lebih lugas dan bebas tanpa harus terikat oleh norma-norma estetik yang rumit seperti halnya wayang klasik. Dengan menggunakan medium bahasa percakapan sehari-hari, baik bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia, maka pesan-pesan yang disampaikan lebih mudah ditangkap oleh penonton. Isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat masa kini, baik yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, merupakan sumber inspirasi penyusunan cerita. Wayang Kampung Sebelah juga dapat melayani pesanan (tema) lakon dengan catatan sejauh tidak bertentangan dengan asas kebenaran dan keadilan.
FORMAT PERTUNJUKAN
Mengangkat persoalan-persoalan yang serius tidak harus dengan cara ungkap yang serius merupakan karakter pertunjukan Wayang Kampung Sebelah. Muatan sinisme, satire, hingga kritikan tajam yang begitu dominan dalam pertunjukan ini dikemas secara segar penuh humor, baik melalui format alur, penokohan, dialog maupun syair lagu iringan.
Pertunjukan Wayang Kampung Sebelah tidak menggunakan iringan gamelan, melainkan menggunakan iringan musik. Lagu-lagu iringannya lebih banyak menyajikan lagu-lagu karya cipta musisi Wayang Kampung Sebelah sendiri untuk memperkuat karakter pertunjukan. Berdasarkan instrumentasi dan aransemennya, bentuk musik iringan Wayang Kampung Sebelah termasuk kategori musik alternatif. Guna lebih memperkuat aspek entertainment-nya dapat dihadirkan bintang tamu artis penyanyi / pelawak yang populer.
Dalam pertunjukan Wayang Kampung Sebelah, kisah di depan layar bukanlah semata-mata milik dalang. Pemusik maupun penonton berhak menimpali dialog maupun ungkapan-ungkapan dalang. Dalam setiap adegan sangat dimungkinkan berlangsungnya diskusi antara tokoh wayang, dalang, pemain musik, maupun penonton. Bahkan untuk kepentingan tertentu dapat dihadirkan nara sumber untuk melakukan diskusi membahas suatu persoalan sesuai tema yang disajikan.
DURASI PERTUNJUKAN
Pertunjukan Wayang Kampung Sebelah berdurasi sekitar 3 – 4 jam. Untuk kepentingan / kondisi tertentu, dapat juga menyajikan pertunjukan dalam durasi kurang dari 60 menit.
PENUTUP
Wayang Kampung Sebelah adalah sebuah karya seni pertunjukan baru yang kelahirannya diharapkan dapat mewarnai dan memperkaya khasanah seni budaya bangsa, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab moral komunitas ini untuk ikut serta menyuarakan / mewacanakan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, demi menuju kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang lebih baik. Kami hanya mencipta. Untuk kehidupannya maupun bermaknanya bagi kehidupan, Wayang Kampung Sebelah sangat tergantung kepada uluran perhatian dan dukungan dari pihak lain.
salam budaya,
Ki Jlitheng Suparman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar